ASI Kurangi Risiko Infeksi pada Bayi

Pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif selama enam bulan memberi pengaruh jangka pendek dan panjang bagi kesehatan bayi. Pasalnya, menyusui secara eksklusif selama enam bulan memberikan risiko yang lebih kecil terhadap berbagai penyakit infeksi.
''Penyakit infeksi tersebut meliputi diare, infeksi saluran nafas, infeksi telinga, pneunomia, dan infeksi saluran kemih. Dampak jangka panjangnya adalah menurunkan risiko penyakit obesitas, diabetes, alergi, penyakit inflamasi saluran cerna, dan kanker,'' tutur Ketua Umum Pengurus Harian Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Badriul Hegar, kepada Republika, Senin (30/8).
Bayi yang mendapatkan ASI lebih sedikit, kata Badriul, memerlukan rawat inap dibanding bayi yang mendapat susu formula. Perlindungan terhadap infeksi paling besar terjadi selama beberapa bulan pertama kehidupan bayi yang mendapat ASI eksklusif. ''Dan lebih lama bayi mendapatkan ASI akan memberikan efek proteksi yang lebih kuat,'' tegasnya.
Disebutkan Badriul, salah satu unsur dalam ASI dan tidak terdapat dalam susu formula adalah zat kekebalan. Zat kekebalan berasal dari ibu dan terdapat dalam ASI akan ditransfer ke bayi untuk membantu mengatur respons kekebalan tubuh melawan infeksi.
Selain itu menyusui juga meningkatkan kadar antibodi dalam sirkulasi darah ibu yang mengurangi risiko terjadinya infeksi setelah melahirkan. Dan juga risiko kanker payudara dan kanker ovarium. ''Osteoporosis setelah menopause dilaporkan juga lebih kecil pada ibu menyusui,'' tegasnya.

Susu Formula Berisiko Menyebabkan Otak tak Berkembang

Pemberian susu formula pada bayi baru lahir ternyata memberi risiko yang tak ringan. Otak bayi berpotensi tidak berkembang akibat terlalu banyak mengkonsumsi susu formula.
''Risiko sistem jaringan otak tidak terbangun sebesar 20 persen,'' kata Penasihat Ikatan Bidan Indonesia (IBI) DKI Jakarta, Sri Purwanti Hubertin, Senin (23/8).




Hubertin mengatakan bahwa kandungan susu formula tidak sebaik kandungan nutirisi yang terdapat di dalam air susu ibu (ASI). Dia mencontohkan taurin, asam amino rantai panjang, untuk proses maturasi otak banyak terdapat di ASI dan hanya sedikit terkandung pada susu sapi.
Protein whey yang mudah diserap oleh usus bayi dan digunakan 100 persen oleh tubuh ada pada ASI. 65 Persen protein ASI berjenis whey sedangkan pada susu formula kandungan protein whey maksimal hanya 20 persen dan sisanya protein casein. Whey protein diketahui mengandung enzim, hormon, antibodi, faktor pertumbuhan, dan pembawa zat gizi.
Dalam sebuah artikel Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) disebutkan susu formula lebih banyak mengandung protein casein hingga 80 persen yang sulit dicerna usus bayi yang pada akhirnya dibuang oleh bayi. Pembuangan protein casein tersebut lewat ginjal. Sehingga ginjal bayi sudah dipaksa untuk membuang casein.
Ginjal bayi yang sudah bekerja membuang protein casein, dikatakan Hubertin, menjadi salah satu pemicu banyak kasus gagal ginjal terjadi pada anak. Ia mencontohkan saat ini anak usia 14-15 tahun ada yang sudah menderita gagal ginjal.
''Risiko lain dari konsumsi susu formula adalah mudahnya terjadi pengapuran pada pembuluh darah,'' kata Hubertin. Karena lemak di dalam ASI selain sebagai nutrisi juga membentuk enzim penghancur lemak yang tidak diperlukan tubuh. Pada susu formula enzim penhancur tidak terbentuk sehingga lemak berdiam di dalam tubuh yang menyebabkan pengapuran pada pembuluh darah. ''Yang terlihat saat ini banyak orang stroke muda. Salah satu penyebabnya adalah pengapuran yang terjadi pada pembuluh darah,'' tutur dia.
Beberapa risiko tersebut menyebabkan pemberian ASI sangat penting bagi bayi baru lahir. Ibu harus paham betapa pentingnya ASI bagi bayi. Namun Hubertin menyayangkan masih banyak petugas kesehatan maupun fasilias kesehatan yang belum menyadari pentingnya ASI bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi. Sehingga mereka kurang mendorong pemberian ASI pada bayi baru lahir.

0 Response to "ASI Kurangi Risiko Infeksi pada Bayi"

Posting Komentar